Zakat Fitrah

Definisi dan Hukum

Zakat fitrah adalah zakat badan yang dikeluarkan pada akhir Ramadhan berupa makanan pokok sebanyak satu sha’ (+2,5 kg atau 3,5 liter). Mulai diperintahkan kepada Rasulullah SAW, pada tahun 2 H. Hukumnya wajib berdasarkan keterangan banyak hadits Rasulullah SAW, diantaranya :

Rasulullah telah mewajibkan zakat fitrah satu sha’ kurma atau gandum atas hamba sahaya maupun orang merdeka, laki-laki maupun perempuan, anak-anak maupun orang dewasa dari orang Islam. (HR. Al-Bukhari III/473 No. 1511 dan Muslim II/677 No. 984 dari Abdullah bin Umara).

Siapakah yang Wajib mengeluarkan Zakat Fitrah?

Sebagaimana dijelaskan hadits di atas, semua yang disebutkan didalamnya memiliki kewajiban mengeluarkan selama memiliki kelebihan makanan keluarga pada hari itu (Hari Iedul Fitri), termasuk didalamnya bayi yang masih dalam kandungan yang menjadi tanggungan orang tuanya, karena kalimat As-Shaghir dalam hadits ini didalamnya mengandung arti Al-haml (bayi dalam kandungan). Hal ini disandarkan kepada Amirul Mu’minin Utsman bin Affan ra. Yang melakukan untuk dirinya. Demikian pula Abu Qilabah menuturkan, adalah menjadi perhatian mereka (para sahabat) untuk mengeluarkan zakat fitrah dari anak kecil, dewasa bahkan yang masih dalam kandungan. Pendapat senada muncul dari Sulaiman bin Yassar, ketika beliau ditanya tentang hal itu, anak yang masih dalam kandungan, haruskah dikeluarkan zakatnya? Beliau menjawab :

Na’am (ya, dikeluarkan). (Al-Muhalla VI/132 dalam Al-Hidayah Fie Masaila Fiqhiyyah Muta’aridhah oleh Zakaria al-Khurkhi). Fadhilatus Syaikh Muhammad Shalih al-Utsmain, tidak memasukkannya hukum wajib melainkan tathawwu’ (sunnat) saja. (Majalis Syahri Ramadhan, hal.160).

Barang dan Ukuran yang Dizakatkan

Disamping kurma (tamar) dan kacang atau gandum (sya’ir), para sahabat Rasulullah SAW pun mengeluarkan kismis (zabib) dan susu kering atau keju (aqith). Hal ini dijelaskan Abu Sa’id al-Khudriy ra :

“Kami (para sahabat) mengeluarkan zakat fitrah di zaman Nabi SAW dengan satu sha’ makanan, dan makanan kami adalah sya’ir, zabib, aqith dan tamar.” (HR.Bukhari III/472 No.1510).

Dengan melihat hadits ini para ulama lebih menitik beratkan agar barang yang dijadikan zakat fithrah itu terdiri dari jenis makanan pokok Bani Adam (tha’amul adamiyyin), bukan makanan hewan ternak dan juga tidak boleh diganti dengan barang lainnya (semisal kain, permadani atau lainnya).

Adapun digantikannya nilai nominal (qiymah), para ulama berbeda pendapat. Imam Atha’ Imam Syafi’I dan Imam Ibnu Hazm menolaknya, sedangkan Imam Abu Hanifah dan Imam Tsauri membolehkannya dengan alasan Umar bib Abdil Aziz menyuruh gubernurnya untuk memotong gaji pegawai kantor, masing ½ dirham untuk zakat fithri. Sementara itu madzhab hanbali dalam kitab al-mughni menyebutkan, pada dasarnya tidak boleh mengelurarkan zakat dengan nilai nominal (baik zakat fitrah maupun zakat mal) sebab bertentangan dengan sunnah. Namun, dalam riwayat lain Imam Ahmad membolehkan mengeluarkan nilai zakat selain zakat fitrah. (Al-Qardhawi, Kiat Sukses Mengelola Zakat, hal 52).

Sedangkan Syaikh Abdul Azis bin Abdullah bin Baz menuturkan : telah dimaklumi bahwa pada waktu penetapan syariat ini dan pengeluaran zakat ini, di tengah-tengah umat islam terutama penduduk madinah sudah ada dinar (uang emas) dan dirham (uang perak) yang merupakan mata uang yang berlaku pada waktu itu, tetapi beliau tidak menyebut keduanya dalam zakat fitrah. Seandainya keduanya bisa dipakai untuk membayar zakat fitrah, niscaya beliau menjelaskannya.

Waktu Menyalurkan Zakat

Waktu menyalurkan zakat fitrah kepada mustahiknya adalah waktu subuh sebelum shalat Iedul Fitri berlangsung dan ini dinamakan waktu afdhol (utama). Hal ini sesuai dengan haditst Ibnu Umar r.a yang meriwayatkan :

“ bahwa Nabi SAW, menyuruh zakat fitrah ditunaikan sebelum manusia keluar menuju shalat ied. (H.R Al-Bukhari III/463 no. 1503).

Sebagian kaum muslimin menyalurkannya atau dua hari sebelum Ramadhan berakhir. Hal ini berdasarkan amalan Ibnu Umar r.a yang menyerahkan zakat fitrah kepada orang-orang yang menerimanya. Mereka adalah para petugas yang diangkat oleh imam untuk mengumpulkannya. Demikian itu terjadi sebelum iedul fitri satu hari atau dua hari.

Memperhatikan hadits ini, sungguh jelas bahwa Ibnu Umar melakukannya, bukanlah beliau menyerahkan langsung kepada fuqara melainkan Ibnu Umar menyerahkannya kepada petugas zakat (baca : panitia) bukan mustahik.

Namun demikian, banyak pula yang menafsirkan hadits tersebut bolehnya mengeluarkan zakat fitrah sehari atau dua hari sebelum Iedul Fitri, termasuk syaikh Muhammad Shalih Al-Utsaimin yang menyebutnya jawaz (boleh). (Majali Syahri Ramadhan, hal. 163).

Tentu saja, kebolehan ini tidak mengurangi hukum asal mengenai waktu yang lebih utama yaitu shalat subuh sampai shalat Ied berlangsung.

Mustahik Zakat Fitrah

Berkata Ibnu Abbas r.a : Rasulullah SAW. Mewajibkan zakat fitrah sebagai pembersih bagi orang yang shaum dari perbuatan sia-sia dan kotor dan sebagai pemberian makan bagi kaum miskin. Siapa yang menunaikannya sebelum shalat (Ied) maka itulah zakat yang diterima, dan siapa yang menunaikannya setelah shalat Ied maka itu termasuk sadaqah biasa (H.R Abu Daud II/111 no. 1609, Ibnu Majjah no. 1827, Syaikh Al– AlBani menghasankan dalam kitabnya Al-Irwa).

Bertitik tolak pada hadits ini, sebagian ulama berpendapat bahwa mustahik zakat fitrah adalah fuqara dan masakin, sedangkan ulama fikih lainnya berpendapat fuqara dan masakin merupakan prioritas yang ditekankan (tanshish) bukan pengkhususan (takhsish). Oleh karenanya kembali kepada keumuman asnaf yang 8 sebagaimana tercantum dalam Q.S At-Taubah/9 : 60, “ sesungguhnya zakat-zakat itu hanyalah bagi :

1. Orang-orang fakir (tidak memiliki pencaharian),

2. Orang-orang miskin (tidak mencukupi kebutuhan pokok),

3. Amilin (petugas zakat),

4. Para mualaf (orang yang telah dijinaki hatinya),

5. Untuk memerdekakan budak sahaya (riqob),

6. Orang-orang yang memiliki utang (gharimin),

7. Orang-orang yang berjuang di jalan Allah (sabilillah),

8. Orang-orang yang sedang dalam perjalanan dan tidak memiliki bekal (Ibnu Sabil).

Adapun teknis pembagian zakat, diserahkan prosenstasenya kepada pertimbangan petugas zakat, demikian dikatakan Imam Malik dalam Muwaththa’nya. Hal lain yang tak kurang pentingnya untuk diketahui adalah larangan untuk memberikan zakat kepada fakir yang kafir, karena diambilnya zakat itu dari orang muslim dan harus dikembalikan kepada orang-orang muslim lagi.

1 Response to "Zakat Fitrah"

  1. Anonim says:

    allahu akbar..
    bentar lagi lebaran,tunaikan zakat kalian..!!

Posting Komentar