Zakat Fitrah

Definisi dan Hukum

Zakat fitrah adalah zakat badan yang dikeluarkan pada akhir Ramadhan berupa makanan pokok sebanyak satu sha’ (+2,5 kg atau 3,5 liter). Mulai diperintahkan kepada Rasulullah SAW, pada tahun 2 H. Hukumnya wajib berdasarkan keterangan banyak hadits Rasulullah SAW, diantaranya :

Rasulullah telah mewajibkan zakat fitrah satu sha’ kurma atau gandum atas hamba sahaya maupun orang merdeka, laki-laki maupun perempuan, anak-anak maupun orang dewasa dari orang Islam. (HR. Al-Bukhari III/473 No. 1511 dan Muslim II/677 No. 984 dari Abdullah bin Umara).

Siapakah yang Wajib mengeluarkan Zakat Fitrah?

Sebagaimana dijelaskan hadits di atas, semua yang disebutkan didalamnya memiliki kewajiban mengeluarkan selama memiliki kelebihan makanan keluarga pada hari itu (Hari Iedul Fitri), termasuk didalamnya bayi yang masih dalam kandungan yang menjadi tanggungan orang tuanya, karena kalimat As-Shaghir dalam hadits ini didalamnya mengandung arti Al-haml (bayi dalam kandungan). Hal ini disandarkan kepada Amirul Mu’minin Utsman bin Affan ra. Yang melakukan untuk dirinya. Demikian pula Abu Qilabah menuturkan, adalah menjadi perhatian mereka (para sahabat) untuk mengeluarkan zakat fitrah dari anak kecil, dewasa bahkan yang masih dalam kandungan. Pendapat senada muncul dari Sulaiman bin Yassar, ketika beliau ditanya tentang hal itu, anak yang masih dalam kandungan, haruskah dikeluarkan zakatnya? Beliau menjawab :

Na’am (ya, dikeluarkan). (Al-Muhalla VI/132 dalam Al-Hidayah Fie Masaila Fiqhiyyah Muta’aridhah oleh Zakaria al-Khurkhi). Fadhilatus Syaikh Muhammad Shalih al-Utsmain, tidak memasukkannya hukum wajib melainkan tathawwu’ (sunnat) saja. (Majalis Syahri Ramadhan, hal.160).

Barang dan Ukuran yang Dizakatkan

Disamping kurma (tamar) dan kacang atau gandum (sya’ir), para sahabat Rasulullah SAW pun mengeluarkan kismis (zabib) dan susu kering atau keju (aqith). Hal ini dijelaskan Abu Sa’id al-Khudriy ra :

“Kami (para sahabat) mengeluarkan zakat fitrah di zaman Nabi SAW dengan satu sha’ makanan, dan makanan kami adalah sya’ir, zabib, aqith dan tamar.” (HR.Bukhari III/472 No.1510).

Dengan melihat hadits ini para ulama lebih menitik beratkan agar barang yang dijadikan zakat fithrah itu terdiri dari jenis makanan pokok Bani Adam (tha’amul adamiyyin), bukan makanan hewan ternak dan juga tidak boleh diganti dengan barang lainnya (semisal kain, permadani atau lainnya).

Adapun digantikannya nilai nominal (qiymah), para ulama berbeda pendapat. Imam Atha’ Imam Syafi’I dan Imam Ibnu Hazm menolaknya, sedangkan Imam Abu Hanifah dan Imam Tsauri membolehkannya dengan alasan Umar bib Abdil Aziz menyuruh gubernurnya untuk memotong gaji pegawai kantor, masing ½ dirham untuk zakat fithri. Sementara itu madzhab hanbali dalam kitab al-mughni menyebutkan, pada dasarnya tidak boleh mengelurarkan zakat dengan nilai nominal (baik zakat fitrah maupun zakat mal) sebab bertentangan dengan sunnah. Namun, dalam riwayat lain Imam Ahmad membolehkan mengeluarkan nilai zakat selain zakat fitrah. (Al-Qardhawi, Kiat Sukses Mengelola Zakat, hal 52).

Sedangkan Syaikh Abdul Azis bin Abdullah bin Baz menuturkan : telah dimaklumi bahwa pada waktu penetapan syariat ini dan pengeluaran zakat ini, di tengah-tengah umat islam terutama penduduk madinah sudah ada dinar (uang emas) dan dirham (uang perak) yang merupakan mata uang yang berlaku pada waktu itu, tetapi beliau tidak menyebut keduanya dalam zakat fitrah. Seandainya keduanya bisa dipakai untuk membayar zakat fitrah, niscaya beliau menjelaskannya.

Waktu Menyalurkan Zakat

Waktu menyalurkan zakat fitrah kepada mustahiknya adalah waktu subuh sebelum shalat Iedul Fitri berlangsung dan ini dinamakan waktu afdhol (utama). Hal ini sesuai dengan haditst Ibnu Umar r.a yang meriwayatkan :

“ bahwa Nabi SAW, menyuruh zakat fitrah ditunaikan sebelum manusia keluar menuju shalat ied. (H.R Al-Bukhari III/463 no. 1503).

Sebagian kaum muslimin menyalurkannya atau dua hari sebelum Ramadhan berakhir. Hal ini berdasarkan amalan Ibnu Umar r.a yang menyerahkan zakat fitrah kepada orang-orang yang menerimanya. Mereka adalah para petugas yang diangkat oleh imam untuk mengumpulkannya. Demikian itu terjadi sebelum iedul fitri satu hari atau dua hari.

Memperhatikan hadits ini, sungguh jelas bahwa Ibnu Umar melakukannya, bukanlah beliau menyerahkan langsung kepada fuqara melainkan Ibnu Umar menyerahkannya kepada petugas zakat (baca : panitia) bukan mustahik.

Namun demikian, banyak pula yang menafsirkan hadits tersebut bolehnya mengeluarkan zakat fitrah sehari atau dua hari sebelum Iedul Fitri, termasuk syaikh Muhammad Shalih Al-Utsaimin yang menyebutnya jawaz (boleh). (Majali Syahri Ramadhan, hal. 163).

Tentu saja, kebolehan ini tidak mengurangi hukum asal mengenai waktu yang lebih utama yaitu shalat subuh sampai shalat Ied berlangsung.

Mustahik Zakat Fitrah

Berkata Ibnu Abbas r.a : Rasulullah SAW. Mewajibkan zakat fitrah sebagai pembersih bagi orang yang shaum dari perbuatan sia-sia dan kotor dan sebagai pemberian makan bagi kaum miskin. Siapa yang menunaikannya sebelum shalat (Ied) maka itulah zakat yang diterima, dan siapa yang menunaikannya setelah shalat Ied maka itu termasuk sadaqah biasa (H.R Abu Daud II/111 no. 1609, Ibnu Majjah no. 1827, Syaikh Al– AlBani menghasankan dalam kitabnya Al-Irwa).

Bertitik tolak pada hadits ini, sebagian ulama berpendapat bahwa mustahik zakat fitrah adalah fuqara dan masakin, sedangkan ulama fikih lainnya berpendapat fuqara dan masakin merupakan prioritas yang ditekankan (tanshish) bukan pengkhususan (takhsish). Oleh karenanya kembali kepada keumuman asnaf yang 8 sebagaimana tercantum dalam Q.S At-Taubah/9 : 60, “ sesungguhnya zakat-zakat itu hanyalah bagi :

1. Orang-orang fakir (tidak memiliki pencaharian),

2. Orang-orang miskin (tidak mencukupi kebutuhan pokok),

3. Amilin (petugas zakat),

4. Para mualaf (orang yang telah dijinaki hatinya),

5. Untuk memerdekakan budak sahaya (riqob),

6. Orang-orang yang memiliki utang (gharimin),

7. Orang-orang yang berjuang di jalan Allah (sabilillah),

8. Orang-orang yang sedang dalam perjalanan dan tidak memiliki bekal (Ibnu Sabil).

Adapun teknis pembagian zakat, diserahkan prosenstasenya kepada pertimbangan petugas zakat, demikian dikatakan Imam Malik dalam Muwaththa’nya. Hal lain yang tak kurang pentingnya untuk diketahui adalah larangan untuk memberikan zakat kepada fakir yang kafir, karena diambilnya zakat itu dari orang muslim dan harus dikembalikan kepada orang-orang muslim lagi.

Konsep Harta dan Ekonomi dalam Islam

Islam mempunyai pandangan yang jelas mengenai harta dan kegiatan ekonomi. Pandangan tersebut dapat diuraikan sebagai berikut.


1. Pemilik mutlak terhadap sesuatu yang ada di muka bumi ini, termasuk harta benda, adalah Allah. Kepemilikan oleh manusia hanya bersifat relative, sebatas untuk melaksanakan amanah mengelola dan memanfaatkan seuai dengan ketentuanNya.

“berimanlah kamu kepada Allah dan RosulNya dan nafkahkanlah sebagian dari harta kamu yang Allah telah menjadikan kamu menguasainya. Maka orang-orang yang beriman di antara kamu dan menafkahkan (sebagian) hartanya mendapatkan pahala yang bear.” (al-Hadid : 70)

“… dan berikanlah kepada mereka sebagian dari harta Allah yang dikaruniakan-Nya kepada kalian…” (an-Nuur : 33)

Rosulullah saw bersabda, “seseorang pada hari akhir nanti pasti akan ditanyakan tentang empat hal:usianya untuk apa dihabiskan, jasmaninya untuk apa dipergunakan, hartanya dari mana didapatkan dan untuk apa dipergunakan dan ilmunya untuk apa dia pergunakan.” (HR Abu Dawud)

2. Status harta yang dimiliki manusia adalah sebagai berikut.

a. Harta sebagai amanah (titipan) dari Allah. Manusia hanyalah pemegang amanah karena ia tidak mampu mengadakan benda dari tiada. Dalam bahasa Eintein, manusia tidak mampu menciptakan energy. Yang mampu manusia lakukan adalah mengubah satu energy ke bentuk energilain. Pencipta awal dari segala energy yaitu Allah.

b. Harta sebagai perhiasan hidup. Manusia memiliki kecenderungan yang kuat untuk memiliki, menguasai, dan menikmati harta.

dijadikan indah pada pandangan manusia kecintaan pada apa yang diingini, yaitu wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak, dan sawah adang. Itulah kesenangan hidup didunia dan disisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga).”

Sebagai perhiasan hidup, harta sering menyebabkan keangkuhan, kesombongan, serta kebanggan diri.

“ketahuilah, sesungguhnya manusia benar-benar melampaui batas karena dia melihat dirinya serba cukup.” (al-‘Alaq : 6-7)

c. Harta sebagai ujian keimanan. Hal ini terutama menyangkut soal cara mendapatkan dan memanfaatkannya, apakah sesuai dengan ajaran Islam ataukah tidak.

“dan ketahuilah, bahwa hartamu dan anak-anakmu itu hanyalah sebagai cobaan dan sesungguhnya di sisi Allah pahala yang besar.” (al-Anfaal : 28)

d. Harta sebagai bekal ibadah. Harta adalah untuk melaksanakan perintahNya dan melaksanakan muammalah sesame manusia, melalui kegiatan zakat, infak, dan sedekah.

“berangkatlah kamu dalam keadaan merasa ringan ataupun meraas berat dan berjihadlah dengan harta dan dirimu dijalan Allah. Yang demikian itu adalah lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.” (at-Taubah : 41)

3. Pemilikan harta dapat dilakukan antara lain melalui usaha atau mata pencaharian yang halal dan sesuai dengan aturanNya. Banyak ayat al-Qur’an dan hadits nabi yang mendorong umat Islam bekerja mencari nafkah secara halal.

“dialah yang menjadikan bumi mudah bagi kamu, maka berjalanlah di muka bumi ini dan makanlah sebagian dari rezekiNya.” (al-Mulk : 13)

“hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah dijalan Allah sebagian daria usahamu yang baik…” (al-Baqarah : 267)

Dikemukakan juga dalam hadits nabi, antara lain,

“sesungguhnya Allah mencintai hambaNya yang bekerja. Barangsiapa yang bekerja keras mencari nafkah yang halah untuk keluarganya, maka sama seperti mujahid dijalan Allah.” (HR Ahmad)

“mencari rezeki yang halal adalah wajib setelah kewajiban yang lain.” (HR Thabrani)

4. Dilarang mencari harta, berusaha atau bekerja yang dapat melupakan kematian, melupakan zikrullah (tidak ingat kepada Allah dengan segala ketentuannya), melupakan shalat dan zakat, serta memusatkan kekayaan hanya pada sekeolompok orang kaya saja.

“bermegah-megahan telah melalaikan kamu, sampai kamu masuk ke dalam kubur.” (at-Takasur : 1-2)

“hai orang-orang yang beriman janganlah harta-hartamu dan anak-anakmu melalaikan kamu dari mengingat Allah. Barangsiapa yang berbuat demikian, maka mereka itulah orang-orang yang merugi.” (al-Munafiquun : 9)

5. Dilarang menempuh usaha yang haram, seperti melalui kegiatan riba, perjudian, dan berjual beli barang yang dilarang atau haram.

“hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya minuman khamar, judi, berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah perbuatan syetan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamumendapat keberuntungan. Sesungguhnya setan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian diantara kamu lantaran meminum khamar dan berjudi itu, dan menghalangi kamu dari mengingat Allah dan shalat;maka berhentilah kamu dari mengerjakan pekerjaan itu.” (al-Maidah : 90-91)

Jenis kegiatan lain yang dilarang antara lain, mencuri, merampok, penggasaban, curang dalam takaran dan timbangan atau melalui cara-cara yang batil dan merugikan serta suap menyuap.

Sumber : DR. K.H. Didin Hafidhuddin, M.Sc., Islam Aplikatif.

Al-Qur’an dan Kegiatan Ekonomi

Kegiatan ekonomi pada dasarnya adalah kegiatan manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupya secara layak, baik dalam bentuk produksi, konsumsi, distribusi, maupun kegiatan-kegiatan lainnya. Bagi kaum muslimin, kegiatan ini merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari tugasnya sebagai Khalifah dan ibadah kepada Allah. Karena itu kegiatan tersebut harus dilandasi dan diikat oleh nilai dan prinip yang terdapat dalam al-Qur’an dan Sunnah Rosul.

Bentuk-bentuk kegiatan ekonomi yang dikemukakan dalam ajaran Islam, antara ain sebagai berikut.

1. al-Qur’an memerintahkan kita bekerja mencari rezeki yang halal.

“Dialah yang menjadikan bumi itu mudah bagi kamu, maka berjalanlah disegala penjurunya dan makanlah sebagian dari rezeki-Nya. Dan hanya kepadaNya kamu (kembali setelah) dibangkitkan.” (al-Mulk: 15)

Al-Quran mendorong umat Islam untuk memiliki etos kerja yang tinggi serta menjauhkan diri dari sifat-sifat malas, tidak produktif, mengeluh, frustasi, dan sifat-sifat buruk lainnya.

“apabila telah ditunaikan shlat, maka bertebaranlah kamu dimuka bumi dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung.” (al-Jumu’ah : 10)

“dan orang-orang yang menjauhkan diri dari perbuatan dan perkataan yang tiada guna.” (al-Mu’miun “ 3)

2. al-Qur’an mendorong umat Islam untuk menguasai dan memanfaatkan sector-sektor dan kegiatan ekonomi dalam skala yang lebih luas dan komprehensif, seperti perdagangan, industry, pertanian, jasa, keuangan, dan sebagainya, yang ditujukan untuk kemaslahatan dan kepentingan bersama.

“… supaya harta itu jangan hanya beredar di antara orang-orang yang kaya saja diantara kamu…” (al-Hasyr : 7)

laki-laki yang dilalaikan oleh perniagaan dan tidak (pula) oleh jual-beli dari mengingat Allah, dan dari mendirikan shalat, dan dari membayar zakat. Mereka takut kepada suatu hari yang (dihari itu) hati dan penglihatan menjadi goncang.” (an-Nuur : 37)

3. dalam melakukan kegiatan ekonomi, al-Qur’an melarang umat islam mempergunakan cara-cara yang batil, seperti dengan melakukan kegiatan riba, melakukan penipuan, mempermainkan takaran dan timbangan, berjudi, melakukan praktik suap menyuap, dan cara-cara batil lainnya.

dan janganlah sebagian kamumemakan harta sebagian yang lain dengan jalan yang batil, dan janganlah kamu membawa urusan harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebagian dari harta benda orangg lain itu dengan jalan berbuat dosa, padahal kamu mengetahui.” (al-Baqarah : 188)

“hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan isa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang yang beriman.” (al-Baqarah : 278)

4. al-Qur’an mendorong umat Islam untuk mengoptimalkan pelaksanaan zakat, infak/sedekah, baik pengambilan maupun pendistribusiannya. Optimalisasi zakat, infak/sedekah akan mempunyai pengaruh yang besar terhadap peningkatan kesejahteraan dan kegiatan ekonomi umat.

“dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar bertambah pada harta manusia, maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah. Dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridhaan Allah, maka (yang berbuat demikian) itulah orang-orang yang melipatgandakan (pahalanya).” (ar-Ruum : 39)

“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka, dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu menjadi ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (at-Taubah : 103)

5. al-Quran mendorong umat Islam untuk melakukan kegiatan ekonomi dalam kelembagaan yang rapi, teratur, transparan dan berkoordinasi, serta bekerja sama dengan sesame umat islam.

“sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berperang dijalanNya dalam barisan yang teratur seakan-akan mereka seperti suatu banguna yang tersusun kokoh.” (ash-Shaff : 4)

Dalam sebuah hadits (qudsy) riwayat Abu Dawud dari Abu Hurairah, Rosulullah SAW bersabda :

“sesungguhnya Allah berfirman, ‘aku adalah pihak ketiga dari dua orang yang berserikat selama salah satunya tidak berkhianat kepada yang lainnya. Jika terjadi pengkhianatan, maka aku akan keluar dari mereka.” (HR Abu Dawud)

Sungguh benarlah bahwa al-Quran itu pedoman hidup yang benar bagi manusia, barangsiapa yang mengamalkan apa yang ada didalamnya dalam kehidupannya, maka niscaya dia akan selalu tetap berada pada jalan yang Allah ridhoi, dan barangsiapa yang mengingkarinya maka niscaya dia akan sesat selama hidupnya dan akan terjerumus ke jurang kenistaan. Termasuk dalam hal muammalah (ekonomi), pemaparan diatas sudah jelas bahwa kita harus menjalankan kegiatan ekonomi yang sesuai dengan apa yang diajarkan oleh Allah di dalam al-Qur’an.

Sumber : DR. K.H. Didin Hafidhuddin, M.Sc., Islam Aplikatif.

Zakat dan Hikmahnya

Zakat merupakan salah satu rukun Islam, dan menjadi salah satu unsur pokok bagi tegaknya syariat Islam. Oleh sebab itu hukum zakat adalah wajib atas setiap muslim yang telah memenuhi syarat-syarat tertentu. Zakat termasuk dalam kategori ibadah tidak langsung, yang artinya ibadah yang tidak hanya antara kita dengan Allah, melainkan pula melibatkan hubungan kita dengan sesama muslim, sehingga dengan keterlibatan orang lain kita bisa mendapatkan pahala darai ibadah itu. Zakat sekaligus merupakan amal sosial kemasyarakatan dan kemanusiaan yang dapat berkembang sesuai dengan perkembangan ummat manusia.

Macam-Macam Zakat

Zakat terbagi atas dua tipe yakni:

  • zakat fitrah zakat yang wajib dikeluarkan Muslim menjelang Idul Fitri pada bulan Ramadhan. Besar Zakat ini setara dengan 2,5 kilogram makanan pokok yang ada di daerah bersangkutan.
  • zakat maal(Zakat Harta), mencakup hasil perniagaan, pertanian, pertambangan, hasil laut, hasil ternak, harta temuan, emas dan perak serta hasil kerja (profesi). Masing-masing tipe memiliki perhitungannya sendiri-sendiri.

Yang berhak menerima

  • Fakir : Mereka yang hampir tidak memiliki apa-apa sehingga tidak mampu memenuhi kebutuhan pokok hidup.
  • Miskin : Mereka yang memiliki harta namun tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan dasar untuk hidup.
  • Amil : Mereka yang mengumpulkan dan membagikan zakat.
  • Muallaf : Mereka yang baru masuk Islam dan membutuhkan bantuan untuk menyesuaikan diri dengan keadaan barunya
  • Hamba Sahaya : yang ingin memerdekakan dirinya
  • Gharimin : Mereka yang berhutang untuk kebutuhan yang halal dan tidak sanggup untuk memenuhinya
  • Fisabilillah : Mereka yang berjuang di jalan Allah (misal: dakwah, perang dsb)
  • Ibnus Sabil : Mereka yang kehabisan biaya di perjalanan.

Yang tidak berhak menerima zakat

  • Orang kaya. Rasulullah bersabda, "Tidak halal mengambil sedekah (zakat) bagi orang yang kaya dan orang yang mempunyai kekuatan tenaga." (HR Bukhari).
  • Hamba sahaya, karena masih mendapat nafkah atau tanggungan dari tuannya.
  • Keturunan Rasulullah. Rasulullah bersabda, "Sesungguhnya tidak halal bagi kami (ahlul bait) mengambil sedekah (zakat)." (HR Muslim).
  • Orang yang dalam tanggungan yang berzakat, misalnya anak dan istri.
  • Orang kafir.

Hikmah Zakat

Hikmah dari zakat antara lain:

  1. Mengurangi kesenjangan sosial antara mereka yang berada dengan mereka yang miskin.
  2. Pilar amal jama'i antara mereka yang berada dengan para mujahid dan da'i yang berjuang dan berda'wah dalam rangka meninggikan kalimat Allah SWT.
  3. Membersihkan dan mengikis akhlak yang buruk
  4. Alat pembersih harta dan penjagaan dari ketamakan orang jahat.
  5. Ungkapan rasa syukur atas nikmat yang Allah SWT berikan
  6. Untuk pengembangan potensi ummat
  7. Dukungan moral kepada orang yang baru masuk Islam
  8. Menambah pendapatan negara untuk proyek-proyek yang berguna bagi ummat.

Zakat dalam Al Qur'an

  • QS (2:43) ("Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku'lah beserta orang-orang yang ruku'".)
  • QS (9:35) (Pada hari dipanaskan emas perak itu dalam neraka jahannam, lalu dibakar dengannya dahi mereka, lambung dan punggung mereka (lalu dikatakan) kepada mereka: "Inilah harta bendamu yang kamu simpan untuk dirimu sendiri, maka rasakanlah sekarang (akibat dari) apa yang kamu simpan itu.")
  • QS (6: 141) (Dan Dialah yang menjadikan kebun-kebun yang berjunjung dan yang tidak berjunjung, pohon korma, tanam-tanaman yang bermacam-macam buahnya, zaitun dan delima yang serupa (bentuk dan warnanya) dan tidak sama (rasanya). Makanlah dari buahnya (yang bermacam-macam itu) bila dia berbuah, dan tunaikanlah haknya di hari memetik hasilnya (dengan disedekahkan kepada fakir miskin); dan janganlah kamu berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan).

al-Wadiah (Barang Titipan)

A. Pengertian al-Wadi’ah

Barang titipan adalah menurut bahasa artinya sesuatu yang ditempatkan bukan pada pemiliknya supaya dijaganya (“ma wudi’a inda ghair malikihi layahfadzahu”) yang berarti bahwa al-wadi’ah ialah memberikan. Dan dari makna kedua dari segi bahasa adalah menerima,

Menurut istilah al-wadi’ah ialah

a) menurut Malikiyah al-wadi’ah ialah

“ibarah pemindahan pemeliharaan sesuatau yang dimiliki secara mujarad yang sah dipindahkan kepada penerima titipan”

b) menurut Hanafiyah al-wadi’ah berarti al-ida

“ibarah seseorang menyempurnakan harta kepada yang lain untuk dijaga secara jelas atau dilalah.”

c) menurut Syafi’iyah al-wadi’ah ialah

“akad yang dilaksanakan untuk menjaga sesuatu yang dititipkan.”

d) menurut Hanabillah al-wadi’ah ialah

“titipan,perwakilan dalam pemeliharaan sesuatu secara bebas(tabaru)”

e) menurut Hasbi-Ashidiqie al-wadi’ah ialah

“akad yang inrinya minta pertolongan pada seseorang dalam memelihara harta penitip.”

f) menurut Syaikh Syihab al-Din al-Qalyubi wa syaikh Umairah al-wadi’ah ialah

“benda yang diletakan pda orang lain untuk dipeliharanya”

B. DASAR HUKUM AL-WADI’AH

Al-wadi’ah adalah am nah bagi orang yang menerima titipan dan ia wajib mengembalikannya pada waktu pemilik meminta kembali, seperti firman Allah SWT;

jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain maka hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya dan bertaqwalah kepada Allah sebagai Tuhannya ( Al-baqarah : 283)

C. RUKUN DAN SYARAT AL-WADIAH

Menurut Hanafiyah rukun al-wadi’ah ada satu yaitu ada ijab dan Kabul sedangkan yang lainya termasuk syarat dan tidak termasuk rukun. Menurut Hanafiyah dalam shighat ijab dianggap sah apabila ijab tersebut dilakukan dengan perkataan yang jelas (sharih) maupun dengan perkataan samaran (kinayah).

Menurut Syafiiyah al-wadi’ah memiliki tiga rukun yaitu :

a. Barang yang dititipkan, syarat barang dititipkan adalah barang atau benda itu merupakan sesuatu yang dapat dimiliki menurut syara’

b. Bagi orang yang menitipkan dan yang menerima titipan disyaratkan bagi penitip dan penerima titipan sudah baligh, berakal serta syarat-syarat lain yang sesuai dengan syarat-syarat berwakil

c. Sighat ijab dan Kabul al-wadi’ah, diosyaratkan pada ijab Kabul ini dimengeri oleh kedua belah pihak, bak dengan jelas mauoun samar.


C. HUKUM MENERIMA BENDA TITIPAN

Hukum Wadiah (benda titipan) adalah : Sunnat, wajib, haram, dan makruh, berikut adalah penjelasan secara lengkap hukum-hukum wadiah :

  1. Sunat, disunatkan menitipkan pada orang yang terpercaya kepada dirinya bahwa ia sanggup menerima benda-benda yang ditiutipkan kepadanya.
  2. Wajib, diwajibkan menerima benda-benda titipkan pada seseorang yang terpercaya bahwa dirinya sanggup menerima dan menjaga benda-benda tersebut sementara oarng lain tidak ada seorangpun yang dapat dipercay untuk memelihara benda-benda tersebut
  3. Makruh, bagi orang yang dipercay kepada dirinya sendiri bahwa ia mwmpu menjaga benda-bena titipan sebab dikhawatirkan dia akan berkhianat terhadap yang menitipkan dengan cara merusak benda titipan atau menghilangkannya.

d. .haram,apabila seseorang tidak kuasa dan tidak sanggup memelihara benda-benda titipan

Urgensi SDM Ekonomi Syariah

Sudah terlalu lama Islam ditinggalkan pemeluknya dalam percaturan ekonomi dan bisnis kecuali dalam porsi yang sangat kecil atau pemain pinggiran. Mind set umat seolah sudah terbelah antara dunia bisnis dan ekonomi yang ”kotor dan berliku” dengan syariah yang ”bersih dan suci”. Islam harus ”dipisahkan” dari bisnis dan ekonomi agar tetap ”mulia dan bersih”. Dampak dari dualisme ini kita telah menyaksikan kegersangan yang cukup panjang di sentra-sentra ekonomi kita dari nilai-nilai luhur religi. Kita hampir tidak pernah menyaksikan Islam ”hadir” di transaksi pasar modal kita.

Kita Jarang mendengar firman Allah menjadi dasar akad kredit perbankan atau sabda Rasulullah dalam penerbitan polis dan perhitungan aktuaria asuransi. Fatwa ulama pun seolah tidak ada hubungannya dengan pengelolaan dana pensiun investasi reksadana atau kegiatan pegadaian. Memang tiap Jumat kita mendengarkan khatib ceramah di kantor-kantor dan sentra-sentra ekonomi tetapi apa yang disampaikan khatib di mimbar sama sekali tidak bersentuhan dengan segenap transaksi komersial yang terjadi di gedung gedung itu. Akibatnya ketika Islam dipinggirkan maka otomatis nilai-nilai dan pranata asinglah yang masuk dan berperan dihampir semua sektor ekonomi. Islam harus puas dijadikan pemeluknya hanya sebagai agama masjid dan mushalla sebagai system of worship ‘pengatur ibadah ritual’ bukan sebagai way of life ’sitem hidup yg paripurna’. Satu dari sekian faktor yang bertangung jawab dari keterasingan Islam dari dunia ekonomi adalah pola pendidikan kita yang menceraikan ekonomi dari syariah atau muamalah dari bisnis.

Di hampir semua fakultas ekonomi dunia demikian juga Indonesia kita hanya diajarkan ekonomi makro, ekonomi mikro, akuntansi biaya, ekonomi pembangunan, pasar modal dan pasar uang dengan seluruh asumsi dan filosofi ekonomi kapitalis. Hampir tidak pernah mahasiswa ekonomi mengenal apa yang disebut dengan nadzariyatu aqd siyasah al maliyah fi ashr al khilafah hadist al ahkam atau fiqih muamalah. Pada waktu yang sama dunia pesantren asyik bergulat dengan kitab-kitab klasik standar seperti Al Baijuri I’anatu ath thalibin Bugiyatu Mustarshidin al Iqna Raudhatu ath thalibin Majmu li an nawawi atau al Umm li Asy Syafii. Para santri asyik ”melewati” bab-bab komersial seperti bab al buyu bab asy syirkah bab ar rahn bab al ijarah dan ash sharf tanpa pernah bertanya bagaimana menerapkannya dalam bangun-bangun institusi keuangan dan ekonomi modern.

Beratus ratus tahun kita mempelajari kitab kuning di pondok pesantren dengan tetap menjadikan khazanah fiqih muamalah peninggalan ulama terdahulu sebagai penghias rak-rak pondok pesantren tanpa pernah terpikir bagaimana membawanya ke jalan Thamrin Sudirman, Rasuna Said Jakarta dan sentra-sentra bisnis lainnya. Dampak langsung dari dualisme pendidikan ini sangat banyak. Di antaranya adalah keterasingan Islam dari kebijakan kebijakan makro ekonomi kegersangan kurikulum ekonomi nasional dari prinsip-prinsip syariah muamalah para praktisi bisnis jauh dari nilai-nilai Islam keterpisahan khazanah keilmuan muamalah Islam dari aplikasi lapangan kegamangan umat dalam memberikan solusi Islam untuk masalah masalah ekonomi modern seperti pengangguran double digit inflation disparitas pusat dan daerah dan tingginya angka kebocoran anggaran pendapatan dan belanja negara. Krisis moneter pada pertengahan 1997 dengan segala hiruk pikuk dampaknya seperti likuidasi atas 69 bank swasta nasional dan menggunungnya biaya rekapitalisasi perbankan yang mencapai Rp 635 triliun tampaknya telah memberikan kesadaran baru bahwa ”there is something wrong with our banking and financial system”.

Salah satu bentuk kesadaran ini adalah adanya upaya untuk memberikan perhatian pada perbankan dan lembaga keuangan syariah sebagai salah satu varian jasa keuangan. Tepat dua tahun setelah kemunculan krisis keuangan Asia kita menyaksikan berdirinya Bank Syariah Mandiri sebagai bank syariah milik pemerintah pertama di tanah air. Langkah BSM ini disusul oleh Bank IFI yang membuka cabang syariah demikian juga cabang syariah Bank Bukopin di Aceh.

Di antara bank milik pemerintah daerah Bank Jabar adalah bank Pemda yang pertama memiliki cabang syariah. Setelah melihat respons yang cukup positif dua bank pemerintah lainnya BNI-46 dan BRI serta satu bank papan atas swasta Bank Danamon juga tampaknya tidak ingin ketinggalan untuk masuk ke industri perbankan yang baru ini. Industri asuransi pada masa pasca krisis kita juga menyaksikan kehadiran tiga lembaga asuransi yang menyusul PT Syarikat Takaful Indonesia sebagai asuransi syariah pertama. Ketiga lembaga itu adalah asuransi Syariah Mubarakah divisi Syariah Great Eastern life insurance dan divisi Syariah MAA Insurance. Perkembangan yang menggembirakan juga terjadi di pasar modal yaitu dengan hadirnya reksa dana syariah PT Danareksa dan Investment management syariah PT PNM .

Hanya saja perkembangan yang sangat menggembirakan ini sangat disayangkan belum didukung oleh SDM ekonomi syariah yang mumpuni. Kita merasakan betapa langkanya akuntan yang menguasai fiqih muamalah atau seorang ustadz yang terbiasa melaksanakan transaksi letter of credit L/C secara syariah. Mencermati tantangan kelangkaan ini alhamdulillah beberapa lembaga pendidikan dan pelatihan sudah mulai terpanggil. Diantara lembaga pelatihan itu kita mencatat Tazkia Institute Shariah Economic and Banking Institute Pusat Pelatihan dan Pengembangan Sumber Daya Mandiri Muamalat Institute Karim Consulting dan Divisi Perbankan Syariah Institute Bankir Indonesia .

Sudah cukup banyak kiprah yang dilakukan oleh lembaga lembaga pelatihan tersebut. Pada tataran akademisi kita mencatat kepeloporan fakultas ekonomi UII Yogya, SBI institute, SEBI, STIS Yogya Jurusan Ekonomi Islam, STAIN Surakarta, Universitas Djuanda Bogor, IAIN Syarif Hidayatullah Ciputat, IAIN Medan, AKP Padang, Fakultas Agama Islam Universitas Siliwangi Jurusan Ekonomi Islam dan Fakultas Ekonomi UNAIR STEI Tazkia dan Jurusan Timur Tengah dan Islam UI serta upaya lain dari beberapa universitas Islam yang cukup banyak.

Di antara lembaga-lembaga tersebut ada tiga lembaga yang melakukan terobosan cukup unik. Pertama Jurusan Ekonomi Islam STAIN Surakarta. Kedua Jurusan Timur Tengah dan Islam UI telah mendobrak salah satu institusi pendidikan tertua nasional dengan membuka program pasca sarjana dengan salah satu pilihan konsentrasi tentang ekonomi Islam. Ketiga Sekolah Tinggi Ekonomi Islam Tazkia. Sebagai lembaga pendidikan yang mengkhususkan diri untuuk pengembangan ekonomi Islam Tazkia belajar dari keterbatasan-keterbatasan pendahulunya. Tazkia mengambil 120 persen kurikulum ekonomi dan muamalah mewajibkan program matrikulasi dan mengajarkan beberapa mata kuliah dalam bahasa Arab dan Inggris serta menjalin kerjasama pengembangan kurikulum dengan Universitas Al-Azhar Mesir dan International Islamic University Malaysia. Adalah kesulitan yang luar biasa besarnya bila memaksakan beberapa mata kuliah muamalah di fakultas ekonomi atau menginsersi beberapa mata kuliah bisnis di fakultas syariah. Yang paling ideal memang mengambil seluruh mata kuliah wajib kurikulum nasional ekonomi dan mengambil seluruh kewajiban kurikulum nasional Muamalah . Kesulitan 120 persen dapat diatasi dgn adanya matrikulasi dimana semua mahasiswa di asramakan selama 2 semester. Selama masa boarding siswa difokuskan utk mendalami Arabic for economist English for academic purpose quantum learning tahfidz al-qur’an applied mathematics & statistic for economics dan dirasah Islamiyah.

Kita berharap upaya-upaya lembaga pendidikan dan training tersebut di atas dapat berjalan dengan lancar karena memang SDM ekonomi syariah sudah sangat mendesak dan kita juga sudah sangat banyak ketinggalan dari peneliti asing yang melihat ekonomi dan keuangan Islam sebagai suatu kajian yang menantang. Di sisi lain beberapa IAIN dan universitas Islam kita masih bergelut mencari calon dosen dan rujukan yg pas utk mahasiswa yg berminat tentang ekonomi syariah. Subhanallah. Oleh Muhammad Syafii Antonio

Sumber : http://blog.re.or.id/urgensi-sdm-ekonomi-syariah.html

SEJARAH PEMIKIRAN EKONOMI ISLAM

Perkiraan Masa Hidup Nabi dan Rosul
Perintis Ekonomi
Konsep-konsep ekonomi dari kaum perintis ditemukan terutama dalam ajaran-ajaran agama, kaidah-kaidah hukum, etika atau aturan-aturan moral. Misalnya dalam kitab Hammurabi dari Babilonia tahun 1700 sM (Ketika Nabi Yusuf), masyarakat Yunani telah menjelaskan tentang rincian petunjuk-petunjuk tentang cara-cara berekonomi.
• Plato hidup pada abad ke 4 SM (sebelum Nabi Isa) mencerminkan pola pikir tradisi kaum ningrat. Ia memandang rendah terhadap para pekerja kasar dan mereka yang mengejar kekayaan. Plato menyadari bahwa produksi merupakan basis suatu negara dan penganekaragaman (diversivikasi) pekerjaan dalam masyarakat merupakan keharusan, karena tidak seorang pun yang dapat memenuhi sendiri berbagai kebutuhannya. Inilah awal dasar pemikiran Prinsip Spesialisasi kemudian dikembangkan oleh Adam Smith.

• Aristoteles merupakan tokoh pemikir ulung yang sangat tajam, dan menjadi dasar analisis ilmuwan modern sebab analisisnya berpangkal dari data. Konsep pemikiran ekonominya didasarkan pada konsep pengelolaan rumah tangga yang baik, melalui tukar-menukar. Aristoteleslah yang membedakan dua macam nilai barang, yaitu nilai guna dan nilai tukar. Ia menolak kehadiran uang dan pinjam-meminjam uang dengan bunga, uang hanya sebagai alat tukar-menukar saja, jika menumpuk kekayaan dengan jalan minta/mengambil riba, maka uang menjadi mandul atau tidak produktif.
• THOMAS AQUINAS (1225-1274 M) seorang filosof dan tokoh pemikir ekonomi pada abad pertengahan, mengemukakan tentang konsep keadilan yang dibagi dua menjadi keadilan distributife dan keadilan konvensasi, dengan menegakkan hukum Tuhan maka dalam jual-beli harus dilakukan dengan harga yang adil (just-price) sedang bunga uang adalah riba. Tetapi masalah riba, upah yang adil dan harga yang layak ini merupakan masalah yang terus-menerus diperdebatkan dalam ilmu ekonomi.

Fakta Sejarah Ekonomi
• Adapun proses ‘pencurian’ terjadi dalam berbagai bentuk. Pada abad ke-11 dan ke-12, sejumlah pemikir Barat seperti Constantine The African, Adelard of Bath melakukan perjalanan ke Timur Tengah Mereka belajar bahasa Arab dan melakukan studi serta membawa ilmu-ilmu baru ke Eropa.
• Leonardo Fibonacci atau Leonardo of Pisa belajar di Bougie, Aljazair pada abad ke 12, ia juga belajar matematika dan aritmatika al Khawarizmi (780-850 M) dan sekembalinya dari sana menulis buku Liber Abaci pada tahun 1202.
• Raymond Lily (1223-1315 M) telah melakukan perjalanan kenegara-negara Arab yang mendirikan lima universitas yang mengajarkan bahasa Arab sehingga banyak yang menerjemahkan karya-karya pemikir muslim.
• Diantara penerjemah terhadap karya-karya pemikir muslim itu antara lain; Constantine The African, Adelard of Bath, Michael Scot, Herman The German, Dominic Gundislavi, John of Sevile Plato of Tivoli, William of Luna, Robert Chester, Gerrard of Cremona, Theodorus of fntioch, Alfred Sareshel, Berenger of Valancia, dan Mathew of Aquasparta.
• Selain itu ada penerjemah-penerjemah yahudi diantaranya Jacob of Anatolio, Jacob ben Macher, Ibn Tibbon, Kaloynmus ben Kalonymus, Moses ben Solomon of Solon, Shem Tob ben Isaac of Tortosa, Solomon ibn Ayyub, Todros Todrosi, Zerahiah Gracian, Faraj bin Salim, dan Yaqub ben Abbon Marie.
• Adapun pandangan ekonomi dari pemikir muslim yang diterjemahkan adalah karya al Kindi, al Farabi, Ibnu Sina, al Ghazali, Ibnu Rusyd, al Khawarizmi, Ibnu Haitham, Ibnu Hazm, Jabir Ibnu Hayan, Ibnu Bajja, dan ar Razi.(26)
• (26) Adiwarman A. Karim, Ekonomi Mikro Islami, IIIT, 2002, hal 5.

Fakta Sejarah Ekonomi
• Beberapa pemikiran ekonom muslim yang dicuri tanpa pernah disebut sumber kutipannya;(27)
– Teori Pareto Optimum yang diambil dari Najul Balaqhah Imam Ali;
– Beberapa Bab Ihya Ulumuddin Al-Ghazali disalin oleh Bar Hebraeus (pendeta Syriac Jacobite Church);
– Gresham Law dan Oresme Treatise dari kitab Ibnu Taimiyah;
– Bab dalam Buku Al-Ghazali (Tahafut Al Falasifa, Maqasid Falasifa, Al Munqid, Misykat al Anwar dan Ihya) banyak disalin Raymond Martini Pendeta Gereja Spanyol Ordo Domincian;
– banyak bab dari al-Farabi yang disalin St. Thomas Aquinas ;
– dan karya Abu Ubaid Al-Amwal diduga merupakan pemberi inspirasi bagi The Wealth of Nations-nya Adam Smith.



Fase-Fase Pemikiran Ekonomi Islam
• Fase I: Fase Kenabian dan Khulafaur Rasyidin : Al Qur’an, As Sunnah, Ijtihad Khulafaur Rasyidin
• Fase II: Fase Dasar-dasar ekonomi Islam (sampai tahun 450 H/ 1058 M) : Zaid bin Ali (w. 738), Abu Hanifa (w. 767), al Auza’i (w. 774), Malik (w.796), Abu Yusuf (w. 798), Muhammad bin Hassan Al Shabani (w.804), Yahya ibn Adam Al Qarashi (w.818), Imam Syafi’i (w. 820), Abu ‘Ubaid al Qasim bin Salam (w.838), Ahmad bin Hanbal (w.855), Harits Bin Asad Al Muhasibi (w.859), Junaid Baghdadi (w. 910), Qudamah bin Ja’far (w.948), Al Masudi (w. 957), Abu Ja’far Al Dawudi (w. 1012), Ibnu Miskawih (w. 1030), al Mawardi (w. 1058).
• Fase III: Fase Kemajuan (450-850 H/ 1058-1446 M) : Ibnu Hazm (w. 1064), al-Sarakhsi (w. 1090), al Tusi (w. 1093), al-Ghazali (w. 1111), al-Dimasyqi (w. 1175), Ibnu Rusyd (w. 1198), Ibnu Taimiyah (w. 1328), Ibnu al Ukhuwah (w. 1329), Ibnu al Qoyyim (w. 1350), asy-Syatibi (w. 1388), Ibnu Khaldun (w. 1404), al-Maqrizi (w. 1442).
• Fase IV: Fase Stagnasi (850-1350 H/ 1446-1932 M) : al-Dawwani (w.1511), Shah Waliullah (1114-1176 H/ 1703-1762 M), Muhammad Abduh (1230 H/ 1787 M), Muhammad Iqbal (1356 H/ 1905 M)
• Fase V: Fase Kebangkitan/Pemikiran Kontemporer : Khursid Ahmad, M.A. Mannan, M. Umer Chapra, M. Nejatullah Siddiqi, Monzer Kahf, dll.

Kategori Analisa Ekonomi Islam
• Norma dan Nilai-Nilai Ideal Ekonomi.
– Terdapat dalam Sumber Utama hukum Islam: Al Qur’an dan Sunnah
• Aspek legal dan Evaluasi Isu-isu Ekonomi.
– Terdapat dalam Fiqh Muamalah.
• Analisa dan Aplikasi Historis.

Bentuk Pemikiran Ekonomi Islam
• Pembahasan Hal-hal Ekonomi dalam Disiplin Ilmu Tafsir.
– Contoh: larangan riba, dorongan aktivitas ekonomi untuk kesejahteraan ummat, dll.
• Pembahasan Isu-isu Ekonomi dalam Disiplin Ilmu Fiqh.
– Contoh: aspek legal Mudharabah & Musharakah, hukum zakat, dll.
• Pemikiran Tokoh-Tokoh Islam tentang Ekonomi dalam Konteks Sistem Etika Islam untuk Pembangunan.
– Contoh: karya ulama, sufi, dan filosof Islam tentang spirit Islam dalam Aktivitas Ekonomi.
• Pemikiran Ilmuwan Islam tentang Ekonomi sebagai Respon dari Kebutuhan dalam Pembuatan Kebijakan Publik.
– Contoh: literatur terutama dalam keuangan publik seperti kitab Al-Amwal karya Abu Ubaid.
• Analisa Obyektif dari Perekonomian Nyata.
– Contoh: karya Ibnu Khaldun dan Ibnu Taimiyyah

Beberapa Pemikiran Ekonomi Dalam Sejarah Islam
• Sistem Ekonomi
• Teori Harga
• Ekonomi Moneter
• Keuangan Publik
• Ekonomi Pembangunan
• Sistem Pengaman Sosial (Social Safety Systems)
• Pembagian Tenaga Kerja (Divisions of Labour) dan Spesialisasi

Sistem Ekonomi
• Abu Ubaid (150-224 H/768-839 M)
- Menekankan keadilan sebagai prinsip utama dalam perekonomian, keseimbangan antara hak-hak individu, publik, dan negara, dengan kepentingan publik berada di atas kepentingan individu.
- Kepemilikan tanah oleh individu diletakkan dalam konteks perbaikan produksi pertanian.
- Sumber daya publik seperti air, padang rumput, dan api berada dalam kepemilikan negara yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.
• Ibnu Taimiyyah (1263-1328 M)
- Perekonomian berdasarkan pada mekanisme pasar dengan kebebasan keluar-masuk pasar dan harga sepenuhnya ditentukan oleh mekanisme pasar.
- Intervensi harga oleh pemerintah dibenarkan untuk menegakkan keadilan serta memenuhi kebutuhan dasar masyarakat.
- Pasar harus dibersihkan dari praktik monopoli, pemalsuan produk, dan praktek-praktek bisnis yang tidak jujur lainnya.

Kontribusi Ekonomi Islam dalam Ekonomi Konvensional: Dihilangkan?
• Joseph A. Schumpeter (History of Economic Analysis, 1954) mengatakan terdapat “Great Gap” selama “over 500 years” dalam sejarah pemikiran ekonomi dari pertama kali timbul di Yunani pada abad ke-4 SM hingga bangkit kembali di tangan pemikir skolastik Thomas Aquinas pada abad ke-13 M.
• Samuelson & Nordhaus (Economics, 17th ed., 2002) menyatakan “Adam Smith is usually considered the founder of the field of microeconomics … in The Wealth of Nations (1776) … Macroeconomics did not even exist in its modern form until 1935, when John Maynard Keynes published his revolutionary General Theory of Employment, Interest and Money.
• Sejarah pemikiran ekonomi modern diklaim berakar dari pemikiran ekonomi para filsuf Yunani untuk kemudian bangkit kembali di Eropa melalui para pemikir Skolastik.
• Periode antara pemikir Yunani dan pemikir Skolastik, yaitu periode kejayaan para pemikir Muslim, dianggap steril dan tidakproduktif. Periode ini diberi label
“blank centuries”.
• Kontribusi pemikiran ekonomi Islam dalam ekonomi
modern dihilangkan secara vulgar.
• Periode panjang antara pemikir Yunani dan pemikir
Skolastik yang terentang lebih dari 1.000 tahun,
dianggap sebagai “missing link”dalam sejarah pemikiran ekonomi.
• Sebagai misal, Joseph A. Schumpeter dalam karya klasiknya, History of Economic Analysis (1954), mengatakan terdapat “Great Gap”selama “ over 500 years”dalam evolusi dan perkembangan pemikiran ekonomi daripertama kali timbul di Yunani pada abad ke-4 SM hingga bangkit kembali di tangan pemikir skolastik St Thomas Aquinas pada abad ke-13 M.
• Tesis “great gap”ini muncul di hampir seluruh karya-karya yang relevan dengan ekonomi.
• Mengabaikan kontribusi pemikiran dari peradaban Islam dan Arab yang berjaya selama lebih dari 700 th, adalah sebuah arogansi intelektual dan ketidak objektifan yang sangat serius.
• Mirakhor (1987) menunjukkan bahwa motivasi dan kesempatan yang ada pada ilmuwan Eropa abad pertengahan, banyak dipengaruhi olehpemikiran dan institusi ekonomi yang dibangun pada masa pertengahan Islam
• Bahkan Ghazanfar (2000) secara jelas menunjukkan kesamaan dan kemiripan antara pemikiran ekonomi dua ilmuwan besar abad pertengahan yang terpisah waktu 200 tahun: pemikir Arab-Islam Abu Hamid Al-Ghazali 1058-1111) dan pemikir Latin-Kristen St. Thomas Aquinas (1225-1274) Ilmuwan-ilmuwan Barat-pun mengakui hal ini dan bahkan secara eksplisit menyimpulkan bahwa Aquinas sangat menyandarkan diri pada al-Ghazali.
• Berbagai teori-teori ekonomi permulaan yang dicetuskan ilmuwan Eropa, diduga keras merupakan pencurian dari ilmuwanMuslim-Arab. 􀂉Hipotesis “uang buruk akan menendang keluar uang baik ”yang dikenal sebagai Hukum Gresham, telah dibahas oleh Ibn Taymiyyah (1263-1328) dua setengah abad sebelum Thomas Gresham (1519-1579). Ide spesialisasi kerja (division of labour) telah dibahas oleh Imam al-Ghazali (1058-1111) dengan mempergunakan contoh pabrik jarum, analog dengan Adam Smith (1723-1790) yang mempergunakan contoh pabrik peniti hampir enam ratus tahun kemudian.

Riba dan Dampak-dampak Ekonominya

Lemahnya Peningkatan Ekonomi dan Investasi

Di antara tujuan sistem keuangan Islam dan lembaga perbankan Islam adalah kemitraan dalam pembangunan, membiayai proyek-proyek positif dengan sistem kerjasama, sesuai kaidah untung-rugi ditanggung bersama. Akad-akad dalam Islam—seperti mudharabah, musyarakah, istishna’, murabahah, dan lain-lain—memiliki keistimewaan karena ia berinteraksi dengan barang (produksi) untuk melahirkan sejumlah kegiatan ekonomi yang menyerap lebih banyak tenaga kerja dan membantu mengurangi pengangguran dan kemiskinan.

Di antara tujuan sistem keuangan Islam dan lembaga perbankan Islam adalah kemitraan dalam pembangunan, membiayai proyek-proyek positif dengan sistem kerjasama, sesuai kaidah untung-rugi ditanggung bersama. Akad-akad dalam Islam—seperti mudharabah, musyarakah, istishna’, murabahah, dan lain-lain—memiliki keistimewaan karena ia berinteraksi dengan barang (produksi) untuk melahirkan sejumlah kegiatan ekonomi yang menyerap lebih banyak tenaga kerja dan membantu mengurangi pengangguran dan kemiskinan.

Sistem bunga menghambat pertumbuhan ekonomi karena faktor-faktor berikut:

1. Besarnya jaminan pinjaman berbunga sehingga tidak ada yang bisa memenuhinya selain orang-orang kaya, dan ini menghalangi para profesional dari kalangan menengah ke bawah untuk berbisnis karena tidak adanya jaminan yang cukup.

2. Perhatian kreditur untuk mengembalikan pembayaran hutang pokok dan bunga itu lebih besar daripada perhatian mereka terhadap kesuksesan proyek.

3. Adanya beban produksi yang lebih sehingga mengakibatkan penurunan laba bersih, dan ini pada gilirannya tidak mendorong investasi.

4. Upaya menjaga legal reserve setiap bank sentral mengakibatkan banyak dana tidak tersalur untuk ivestasi dan produksi.

Inflasi:

Arti inflasi berkisar pada peningkatan jumlah uang yang mengakibatkan tingginya barang. Inflasi adalah fenomena yang ditunjukkan oleh menurunnya daya beli masyarakat disebabkan naiknya harga barang, yang secara garis besar dipicu faktor-faktor sebagai berikut:

1. Peningkatan peredaran mata uang di pasar yang salah satunya diakibatkan sistem kredit dengan bunga, sehingga pada gilirannya mengakibatkan peningkatan harga barang. Karena itu, berbagai otoritas moneter di sebagian besar negara berkembang menaikkan suku bunga sebagai bagian dari program penahanan laju inflasi, dan untuk menekan angka permintaan kreditur terhadap kredit, karena pembatasan kredit itu menjadi salah satu faktor penahanan laju inflasi.

2. Peningkatan suku bunga mengakibatkan peningkatan harga, dan herannya penurunan suku bunga juga mengakibatkan peningkatan harga barang. Jadi, harga akan terus naik selama sistem bunga berlaku, dan harga tidak akan stabil kecuali dengan hilangnya bunga.

Pengangguran:

Dua masalah terbesar yang dihadapi ekonomi kapitalis adalah pengangguran dan inflasi. Meningkatnya angka pengangguran itu korelatif dengan peningkatan inflasi, karena peningkatan harta tanpa dibarengi kenaikan gaji yang cukup akan mengakibatkan penurunan demand terhadap barang, dan pada gilirannya akan mengurangi volume investasi dan produksi, dan hali tu memicu meningkatnya angka pengangguran.

Sistem bunga mendorong munculnya satu kelompok pengangguran yang mapan, yang para nasabah bank yang duduk ongkang-ongkang kaki namun memperoleh masukan tetap dari bunga simpanannya. Demikian pula, para pemilik modal lebih memilih meminjamkan kekayaan mereka dengan sistem riba daripada menginvestasikannya untuk mendirikan proyek-proyek industri atau pertanian atau perdagangan. Karena itu ia memperkecil lapangan kerja, sehingga pengangguran tersebar di tengah masyarakat yang menganut sistem riba.

Gagasan ini dikemukakan oleh ekonom Kenzi, ‘Full employment (nol pengangguran) adalah kewajiban pertama negara, dan itu tidak terealisir kecuali jika suku bunga diturunkan hingga nol atau mendekati nol. Full employment berarti setiap pencari kerja memperoleh peluangnya.’

Jadi, Kenzi berpandangan bahwa solusi terhadap masalah pengangguran adalah dengan menghapus bunga atau menurunkannya hingga batas paling rendah. Ini adalah pendapat seorang pakar ekonomi non-muslim, yang menunjukkan bahwa Islam sarat mukjizat berkaitan dengan masalah riba. Kita tahu bahwa negara Jepang telah menerapkan konsep bunga nol persen sejak 15 tahun yang lalu, sehingga memicu ekonominya berkembang pesat. Alasannya adalah bunga mengakibatkan peningkatan harga barang, dan itu mengakibatkan permintaan terhadap barang berkurang dan konsumsi menurun, dan itu memicu kelebihan produksi. Terkadang untuk menekan harga barang produsen mengambil langkah penurunan standar gaji pekerja atau mem-PHK sebagian dari mereka.