Hukum Dasar dari sistem MLM

Kelanjutan Dari Kajian Fiqh Muammalah tentang MLM seri 2

Suatu perusahaan pada dasarnya didirikan bertujuan untuk mendapat keuntungan setinggi-tingginya dengan sejumlah modal tertentu yang diinvestasikan. Keuntungan ini haruslah didapat dengan cara yang halal, tidak beroperasi dengan cara riba, tidak ada indikasi gharar (penipuan), dan lain-lain. Pada perusahaan MLM sistem pemasaran yang dilakukan adalah dengan sistem berjenjang yang melibatkan anggota-anggotanya, sehingga jalur distribusi diperpendek. Dengan jalur distribusi diperpendek, maka diharapkan sebagian keuntungan dari produk / jasa dapat masuk ke anggotanya. Sebenarnya tidak ada yang salah dalam urusan transaksi, selama MLM itu bersih dari unsur terlarang seperti riba, gharar, dharar dan jahalah. MLM sendiri masuk dalam bab Muamalat, yang pada dasarnya mubah atau boleh. Merujuk kepada kaidah Qowaid fiqh yaitu Al-Aslu fil Asy-yai Al-Ibahah (Syarwat, 2009). Hukum segala sesuatu itu pada asalnya adalah boleh. Dalam hal ini maksudnya adalah dalam masalah muamalat. Sampai nanti ada hal-hal yang ternyata dilarang atau diharamkan dalam syariah Islam. Misalnya bila di dalam sebuah MLM itu ternyata terdapat indikasi riba`, misalnya dalam memutar dana yang terkumpul. Atau ada indikasi terjadinya gharar atau penipuan baik kepada down line ataupun kepada upline. Atau mungkin juga terjadi dharar yaitu hal-hal yang membahayakan, merugikan atau menzhalimi pihak lain, entah dengan mencelakakan dan menyusahkan. Dan tidak tertutup kemungkinan ternyata ada unsur jahalah atau ketidak-transparanan dalam sistem dan aturan. Oleh karena itu menurut penulis, seseorang tidak bisa langsung menuduh bahwa perusahaan MLM itu halal atau haram, sebelum diperiksa hati-hati dengan pendekatan analisis syariah.
Ada prinsipnya semua usaha bisnis, termasuk yang menggunakan sistem MLM dalam literatur syari’ah Islam termasuk kategori muamalat yang dibahas dalam bab Al-Buyu’ (penjualan). Al Buyu’ adalah dalam bentuk jamak dari al-ba’i yang merupakan kata dasar penjualan, sedangkan menjual (pria) adalah yabii’ (Munawwir dan Muhammad, 2007:368). Selanjutnya Bassam (2010:699), mendefinisikan al-ba’i dalam terminology bahasa adalah mengambil sesuatu dan memberikan sesuatu. Mereka telah mengambil sesuatu dari penjual yang mengukurkan tangannya baik dengan tujuan untuk akad atau menyerahkan sesuatu yang telah disepakati harga dan barangnya. Lafazh al Ba’i juga digunakan pada pembelian dan ini merupakan lawan kata, begitu pula dengan syira (pembelian) juga termasuk lawan kata. Definisi secara istilah adalah pertukaran harta dengan harta dengan maksud untuk memiliki yang ditunjukkan melalui sighat berupa ucapan dan perbuatan.
Hukum awal secara prinsip dari seluruh transaksi muamalah, bermacam-macam jenis perdagangan dan sumber penghasilan adalah halal dan boleh, dan tidak ada boleh yang melarangnya kecuali yang telah diharamkan oleh Allah dan rasulnya (Bassam, 2009:700). Berikut dalil dari jual beli (Al-Albani et al, 2010:371) :
a. Dalil Al Quran :

: … “Dan Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba” (Al-Baqarah:275).

: …”Dan persaksikanlah apabila kamu berjual beli… ( Al Baqarah : 282)

29. Hai orang-orang yang beriman, janganlah kami saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu ; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu. (An-Nisa’:29)
b. Dalil dari As Sunnah
Hadis riwayat Ibnu Umar ra.:
Bahwa Rasulullah saw. bersabda: Penjual dan pembeli, masing-masing mempunyai hak pilih (untuk mengesahkan transaksi atau membatalkannya) atas pihak lain selama belum berpisah, kecuali jual beli khiyar (kesepakatan memperpanjang masa hak pilih sampai setelah berpisah). (Shahih Muslim No.2821)
Hadis riwayat Abu Hurairah ra.:
Bahwa Rasulullah saw. bersabda: Janganlah seorang muslim menawar atas penawaran saudaranya. (Shahih Muslim No.2788)
Hadis riwayat Hakim bin Hizam ra.:
Dari Nabi saw. beliau bersabda: Penjual dan pembeli memiliki hak pilih selama belum berpisah. Apabila mereka jujur dan mau menerangkan (keadaan barang), mereka akan mendapat berkah dalam jual beli mereka. Dan jika mereka bohong dan menutupi (cacat barang), akan dihapuskan keberkahan jual beli mereka. (Shahih Muslim No.2825)
Demikian dalil dasar mengenai jual beli, dan masih banyak lagi dalil yang membolehkan jual beli, termasuk perusahaan MLM. Namun demikian nilai jual beli ini juga harus memenuhi unsur syariah yaitu bebas dari unsur-unsur haram di antaranya (Utomo, 2009) :
> Riba (Transaksi Keuangan Berbasis Bunga); Dari Abdullah bin Mas’ud ra. berkata, “Rasulullah shalallahu ‘alahi wasallam bersabda: “Riba itu memiliki tujuh puluh tiga pintu yang paling ringan adalah semacam dosa seseorang yang berzina dengan ibunya sendiri” (HR. Ahmad 15/69/230, lihat Shahihul Jami 3375.
> Gharar (Kontrak yang tidak Lengkap dan Jelas); Dari Abu Hurairah ra. berkata, “Rasulullah shalallahu ‘alahi wasallam melarang jual beli gharar”. (HR. Muslim 1513)
> Tadlis/Ghisy (Penipuan); Dari Abu Hurairah ra. berkata, “Rasulullah shalallahu ‘alahi wasallam melewati seseorang yang menjual makanan, maka beliau memasukkan tangannya pada makanan tersebut, ternyata beliau tertipu. Maka beliau bersabda, “Bukan termasuk golongan kami orang yang menipu”. (HR. Muslim 1/99/102, Abu Daud 3435, Ibnu Majah 2224)
> Perjudian (Maysir atau Transaksi Spekulatif Tinggi yang tidak terkait dengan Produktivitas Riil); Firman Allah Taala:
“Hai orang-orang beriman, sesungguhnya meminum khamr, berjudi, berkorban untuk berhala, mengundi nasib, adalah perbuatan syaithan maka jauhilah perbuatan itu agar kamu beruntung.” (Al-Maidah: 90)
> Zhulm (Kezhaliman dan Eksploitatif). Firman Allah surat An-Nisa:29 :
29. Hai orang-orang yang beriman, janganlah kami saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu ; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.
Kajian Kholid (2009:33) juga menyatakan terdapat beberapa kelemahan dalam sistem piramid ini. Pertama adalah ia menemukan bahwa sistem ini tidak akan langgeng atau kontinyu, karena akan menemukan antiklimaks dan kemudian berhenti. Apabila ia berhenti maka level terbawah adalah yang rugi sedangkan level masih untung banyak. Padahal jumlah orang yang terlibat dalam level bawah lebih banyak daripada level atas.
Oleh karena itu ia menyatakan bahwa sistem MLM ini pada dasarnya adalah tadlis (penipuan) dan taghrir (sesuatu yang memperdaya), serta jual beli semu pada mayoritas anggota, untuk kesejahteraan minoritas up line dan pemilik perusahaan.
Pada table yang penulis pernah temukan di internet terlihat bahwa anggota MLM pada level 1, jumlah member 4, maka total bonus yang didapat Rp. 20.000. Kemudian pada level 5 misalnya, jumlah anggota 1024 maka bonusnya adalah Rp. 5.120.000, dan selanjutnya pada level 16 jumlah anggota mencapai 4 milyar, atau sekitar ½ lebih penduduk bumi, hingga pada level 17 jumlah anggota mencapai 17 milyar (dengan bonus sekian trilyun), yang tentu saja belum mencapai penduduk bumi, yang artinya bisnis ini akan berhenti. Apabila ini terjadi maka down line terbawah tidak dapat mereliasasikan mimpi-mimpi mereka, tetapi yang sangat beruntung adalah level yang lebih dulu masuk atau segelintir level atas. Apakah ini tidak terfikirkan bahwa pasti ada level bawah yang tidak beruntung dibandingkan dengan level atas ? Lalu apakah Fulan yang berada di level atas (pada saat perusahaan MLM tutup) tenang-tenang saja, dengan berkata bahwa “Salah sendiri kenapa baru masuk jadi anggota setelah kita sudah kaya ?” Lalu, bagaimana dengan janji yang telah ditanamkan, bagaimana dengan sejumlah dana yang telah disetorkan padahal level bawah belum menikmati keuntungannya, sedangkan bisnis telah berhenti karena tidak ada anggota lagi di muka bumi ? Kholid menyatakan bahwa bila sudah diketahui bahwa skema piramid akan berhenti suatu saat, maka pada hakekatnya MLM ini adalah judi. Sebab setiap orang akan berlomba untuk masuk ke dalam sistem ini untuk mendapatkan keuntungan, sebelum hancurnya skema piramid ini.
Analisis yang dilakukan penulis menyatakan bahwa table tersebut adalah berlebihan, karena tidak masuk akal dan tidak diberikan informasi yang jelas mengenai peluang keberhasilannya. Bagi orang yang berpendidikan dan pengalaman maka table ini hanyalah tambahan informasi yang bisa dicek kebenaran dan peluang keberhasilannya yang sangat kecil. Namun bagaimana dengan calon anggota yang (maaf) kurang berpendidikan dan tidak pengalaman ? Ini sangat berbahaya dan memalukan, karena ini membuat calon tersebut masuk menjadi anggota dan tidak sempat lagi berfikir lama, yang penting masuk dulu dan akan sukses. Padahal jalan menuju sukses tersebut kecil peluangnya dan ada hal-hal yang mustahil realisasinya. Jalan terbaik adalah perusahaan MLM tersebut memberikan table yang jelas, jumlah anggota yang mungkin dapat berhasil beserta keterangan mengenai peluang keberhasilannya.
Kedua adalah mengenai harga produk yang dicurigai tidaklah senilai dengan harga sesungguhnya. Karena diduga kuat 1/3 dari harga tersebut adalah bersih telah disetorkan kepada perusahaan, sedangkan bagian yang tersisa yaitu 2/3 diberikan kepada upline dan merupakan janji-janji yang yang ada di masa yang akan datang bila ia (calon down line dan down line) menjadi up line tersebut. Misalnya pada MLM “B” mengakui bahwa pada harga produk Rp.100.000, maka Rp. 33.000 adalah untuk perusahaan, sedangkan Rp. 77.000 digunakan sebagai operasional perusahaan dan pemberian bonus kepada para anggota yang dianggap sebagai marketing, distributor sekaligus konsumen. Benarkah demikian ? Menurut penulis tidak semua perusahaan MLM seperti ini, jadi harus dilihat kasus demi kasus. Analisis diatas adalah kasus yang dialami oleh perusahaan MLM “B”, dan ini belum tentu dilakukan oleh perusahaan MLM lain. Oleh karena setiap kasus yang berhubungan dengan mark up harga adalah berbeda satu dengan yang lain. Misalnya perusahaan MLM “V” yang mempunyai produk unggulan pembalut wanita, yang diklaim berasal dari herbal, alami, dengan aroma jamu, bukan berasal dari bahan-bahan sampah atau pemutih kimia berbahaya, serta mampu mencegah kanker serviks. Harga 1 bungkus berisi 10 buah adalah Rp. 32.000, sedangkan harga member adalah Rp. 26.000. Harga pembalut biasa Rp. 3000 berisi 5 atau Rp. 6000 berisi 10.

Bila diperhatikan harga yang diberikan cukup wajar. Silakan amati Tabel 1 berikut ini :

Tabel 1. Perbandingan antara Pembalut R dan Pembalut V (sistem MLM)

No Jumlah Harga Khasiat Keterangan
Pembalut R (non MLM ) 10 / 2 Bungkus Rp. 6000,- Pembalut saja, murah Ada izin DepKes, kemasan baik, aroma netral, merk terkenal, pemakaian 5 buah / hari. Pemakaian Rp. 3000 / hari
Pembalut V (MLM) 10 / bungkus Rp. 26.000 Pembalut, diclaim dapat mencegah kanker serviks, aroma jamu, nyaman ada rasa mint sehingga terasa segar di daerah pribadi wanita*. Darah nifas cepat berhenti setelah melahirkan Ada izin DepKes, Kemasan baik, aroma jamu herbal, merk baru terkenal, ramah lingkungan, ada keuntungan anggota, pemakaian : 2 buah / hari. Pemakaian Rp. 5200,- / hari

*Sumber : Wawancara singkat dengan beberapa pengguna

Pada Tabel 1. diatas terlihat bahwa produk MLM tersebut memiliki khasiat yang lebih baik dibandingkan dengan produk biasa, sehingga wajar bila dijual dengan nilai lebih mahal dibandingkan dengan produk biasa, dengan khasiat biasa dan diduga berbahaya bagi kesehatan. Kata ‘mahal’ tersebut adalah relatif dan pada kasus diatas mahalnya barang MLM di atas tidak lebih dari 2 kali dari barang non MLM, sehingga penulis anggap sesuatu yang wajar. Apakah Anda mau menukar kesehatan pribadi istri Anda dengan barang yang lebih murah Rp. 20.000 / bulan ? Begitu kira-kira promosi anggota MLM tersebut. Analisis tersebut menyatakan bahwa tidak semua barang MLM mempunyai harga yang menipu atau harga yang jauh lebih mahal dibandingkan dengan barang non MLM, sehingga harus dilihat dari kasus per kasus.

Ketiga peluang untuk menjadi leader adalah kecil walau dirasa ada kemungkinan. Misalnya bila peluang Fulan merekrut orang baru dan down linenya juga membantu merekrut orang baru adalah sekitar 80%, dan ia mampu merekut 4 orang baru maka kemungkinannya (80%)4 yaitu 0.409. Bagaimana kemungkinan untuk merekrut 18 orang ? Kemungkinannya adalah (80%)18 yaitu hanya 1,8% sehingga nilai tersebut sangat kecil peluang itu terjadi.

Perhitungan tersebut menurut penulis benar jika Fulan melakukan perekrutan anggota dilakukan dengan sendiri-sendiri, tanpa bantuan orang lain, maka dengan asumsi peluang merekrut orang baru dibawahnya 80% (suatu nilai yang sangat tinggi), maka untuk merekrut 4 orang peluangnya menjadi (80%)4 yaitu 0.409. Begitu seterusnya makin banyak direkrut makin kecil peluangnya. Namun ini dengan catatan dilakukan dengan sendiri, dan dibantu dengan down line dibawahnya yang mempunyai peluang 0.8 juga. Namun peluang ini akan semakin besar bila ia melakukannya secara masal, pada acara-acara tertentu yang melibatkan banyak orang, sehingga orang makin percaya dan pada akhirnya terjadi pendaftaran masal. Walaupun kemungkinan untuk menjadi leader adalah sangat kecil, namun orang tetap bersemangat karena terdapat nilai bonusnya yang lebih besar pada level di atasnya.

Masih ada kelanjutanya lho, nantikan di artikel yang selanjutnya.

sumber : http://zonaekis.com/hukum-dasar-dari-sistem-mlm

0 Response to "Hukum Dasar dari sistem MLM"

Posting Komentar