al-Mudharabah

1. Pengertian al-mudharabah

Mudharabah berasal dari kata dharaba – yadhribu – dharban, yang berarti memukul atau berjalan. Dengan penambahan alif pada dho’, maka kata ini memiliki konotasi “saling memukul” yang berarti mengandung subjek lebih dari satu orang. Pengertian memukul atau berjalan ini lebih tepatnya adalah proses seseorang memukulkan kakinya dalam menjalankan usaha.
Secara teknis, al-mudharabah adalah akad kerjasama usaha antara dua pihak di mana pihak pertama (shahibul maal) menyediakan seluruh (100%) modal, sedangkan pihak lainnya menjadi pengelola. Keuntungan usaha secara mudharabah dibagi menurut kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak. Sedangkan apabila rugi ditanggung oleh pemilik modal selama kerugian itu bukan akibat kelalaian si pengelola. Seandainya kerugian diakibatkan oleh kecurangan atau kelalaian si pengelola, maka dia harus bertanggung jawab atas kerugian tersebut.

2. Landasan Syariah

Secara umum, landasan dasar syariah al-mudharabah lebih mencerminkan anjuran untuk melakukan usaha. Hal ini tampak dalam ayat-ayat dan hadits berikut ini :
QS. Al-Muzzammil : 20
“…dan dari orang-orang yang berjalan dimuka bumi mencari sebagian dari karunia Allah SWT…”
Yang menjadi argument dari surah al-muzzammil: 20 adalah adanya kata yadhribun yang sama dengan akar kata mudharabah yang berarti melakukan suatu perjalanan usaha.
Adapun landasan haditsnya, diriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa Sayyidina Abbas bin Abdul Muthalib jika memberikan dana ke mitra usahanya secara mudharabah ia mensyaratkan agar dananya tidak dibawa mengarungi lautan, menuruni lembah yang berbahaya, atau membeli ternak. Jika menyalahi peraturan tersebut, yang bersangkutan bertanggung jawab atas dana tersebut. Disampaikanlah syarat-syarat tersebut kepada Rosulullah saw. Dan beliau pun membolehkannya.” (HR Thabrani)
Dalam riwayat lain, dari Shalih bin Shuhaib r.a. bahwa Rosulullah saw. Bersabda, “tiga hal yang didalamnya terdapat keberkahan : jual beli secara tangguh, muqaradhah (mudharabah), dan mencampur gandum dengan tepung untuk keperluan rumah, bukan untuk dijual.” (HR Ibnu Majah no. 2280, kitab at-Tijaroh)

3. Jenis al-mudharabah

Secara umum, mudharabah terbagi menjadi dua jenis: mudharabah muthlaqah dan mudharabah muqayyadah.

a. Mudharabah Muthlaqoh

Yang dimaksud dengan mudharabah jenis ini adalah bentuk kerja sama antara shahibul maal dan mudharib yang cakupannya sangat luas dan tidak dibatasi oleh spesifikasi jenis usaha, waktu dan daerah bisnis. Dalam pembahasan fiqih ulama salafus saleh seringkali dicontohkan dengan ungkapan if’al ma syi’ta (lakukan sesukamu) dari shahibul maal kepada mudharib yang memberikan kekuasaan sangat besar.
b. Mudharabah Muqayyadah

Mudharabah Muqayyadah adalah kebalikan dari mudharabah muthlaqoh. Si mudharib dibatasi dengan batasan jenis usaha, waktu atau tempat usaha. Adanya pembatasan ini seringkali mencerminkan kecenderungan umum si shahibul maal dalam memasuki jenis dunia usaha.

4. Aplikasi dalam Perbankan

Al-mudharabah biasanya diterapkan pada produk-produk pembiayaan dan pendanaan. Pada sisi penghimpunan dana, al-mudharabah diterapkan pada :
a) Tabungan berjangka, yaitu tabungan yang dimaksudkan untuk tujuan khusus, seperti tabungan haji, tabungan kurban dan sebagainya; deposito biasa;
b) Deposito special, di mana dana yang dititipkan nasabah khusus untuk bisnis tertentu, misalnya murabahah saja atau ijarah saja.
Adapun pada sisi pembiayaan, mudharabah diterapkan untuk :
a) Pembiayaan modal kerja, seperti modal kerja perdagangan dan jasa.
b) Investasi khusus, disebut juga mudharabah muqayyadah, dimana sumber dana khusus dengan penyaluran yang khusus dengan syarat-syarat yang telah ditetapkan oleh shahibul maal.

5. Manfaat al-mudharabah

1) Bank akan menikmati peningkatan bagi hasil pada saat keuntungan usaha nasabah meningkat.
2) Bank tidak berkewajiban membayar bagi hasil kepada nasabah pendanaan secara tetap, tetapi disesuaikan dengan pendapatan/hasil usaha bank sehingga bank tidak akan pernah mengalami negative spread.
3) Pengembalian pokok pembiayaan disesuaikandengan arus kas usaha nasabah sehingga tidak memberatkan nasabah.
4) Bank akan lebih selektif dan hati-hati mencari usaha yang benar-benar halal, aman, menguntungkan, karena keuntungan yang konkret dan benar-benar terjadi itulah yang akan dibagikan.
5) Prinsip bagi hasil dalam al-mudharabah/al-musyarakah ini berbeda dengan prinsip bunga tetap dimana bank akan menagih penerima pembiayaan (nasabah) satu jumlah bunga tetap berapa pun keuntungan yang dihasilkan nasabah, sekalipun merugi dan terjadi krisis ekonomi.

Risiko al-mudharabah

Risiko yang terdapat dalam al-mudharabah, terutama pada penerapannya dalam pembiayaan, relative tinggi. Diantaranya :
1) Side streaming; nasabah menggunakan dana itu bukan untuk seperti yang disebut dalam kontrak,
2) Lalai dan kesalahan yang disengaja,
3) Penyembunyian keuntungan oleh nasabah bila nasabahnya tidak jujur.

Referensi : Antonio, Muhammad Syafi’i. Bank Syariah Dari Teori Ke Praktik

0 Response to "al-Mudharabah"

Posting Komentar