Asuransi Konvensional Haram.?

Banyak orang yang tidak mengetahui secara pasti apa beda asuransi konvensional dengan asuransi syariah. Wajar saja, karena sistem ekonomi kita tidak berlandaskan syariah. Karena ketidaktahuan inilah banyak orang yang antipati dengan sistem ekonomi Islam. Tulisan saya pada kali ini adalah untuk menjelaskan secara ringkas apa itu asuransi syariah. Mudah-mudahan ada manfaatnya bagi para pembaca.

Untuk memudahkan pemahaman, saya akan mulaikan dengan contoh di bawah ini:

Penjual : Perusahaan Asuransi
Pembeli : Orang yang ingin dilindungi oleh asuransi
Barang yang dijual : Jaminan keuangan jika menghadapi musibah tertentu
Harga : Rp xxx pertahun

Si pembeli memberikan uangnya pada hari ini untuk membeli jaminan keuangan, akan tetapi uang jaminan hanya diberikan di hari yang lain. Ini menyebabkan para ulama menganggapnya sebagai Riba Nasiah. Riba Nasiah terjadi apabila pertukaran dua barang ribawi tidak dilaksanakan pada saat yang bersamaan. Contoh barang ribawi adalah emas, perak dan mata uang. Jadi kalau mau menukar emas dengan emas yang lain, maka pertukaran harus terjadi pada saat itu juga dengan jumlah yang sama. Begitu juga dengan mata uang. Contohnya kita ingin menukar satu lembar Rp 100 ribu dengan dua dua lembar Rp 50 ribu, dengan teman akrab kita. Kawan kita itu setuju, tapi dengan syarat, uang Rp 50 ribu akan diberikan keesokan harinya, padahal kawan kita itu telah menerima uang Rp 100 ribu pada saat ini. Ini masuk dalam kategori riba.

Kembali kepada masalah asuransi konvensional, si pembeli sebenarny tidak tahu berapa nilai jaminan yang bakalan diperoleh olehnya, karena musibah belum berlaku lagi. Padahal dalam sebuah akad jual beli, si pembeli harus mengetahui secara pasti berapa nilai barang yang akan diperolehnya. Inilah yang disebut dengan “Gharar”. Contoh-contoh Gharar:

  • Membeli barang yang belum dimiliki atau sukar diperoleh oleh penjual. Misalnya menjual kuda yang telah lari.
  • Menjual yang tidak diketahui harganya.
  • Menjual barang yang harganya bergantung pada keadaan.
  • dll

Asuransi konvensional dapat dianggap sebagai judi juga, karena memiliki elemen pertaruhan, yaitu memberikan sejumlah uang bagi memperleh sesuatu yang tidak pasti dengan resiko uangnya akan hangus atau tidak dikembalikan.

Lalu bagaimana dengan asuransi Islam (Takaful)?

Kalau asuransi konvensional akadnya adalah kontrak pertukaran uang, maka Takaful akadnya adalah Tabarru’ (kontrak derma). Akad jenis ini bukan akad jual beli, jadi tidak perlu dijelaskan berapa jumlah bantuan yang akan diperoleh nanti kalau terkena musibah. Contohnya mudahnya, kita dan beberapa rekan kita memutuskan untuk saling membantu satu sama lain di kala kesusahan dengan cara masing-masing menyumbangkan uang dengan jumlah tertentu. Bila ada yang tertimpa musibah, uang sumbangan itu yang akan digunakan untuk membantu rekan yang tertimpa musibah. Kira-kira begitulah konsep Takaful secara sederhana. Mungkin ada yang berkata, ah perbedaannya cuma di akad saja, sama saja bohong kalau begitu. Jangan lupa, perbedaan antara zina dan nikah adalah pada akadnya. Perbedaan antara kafir dan Islam adalah pada akad syahadahnya juga. Jadi akad sangat penting dalam Islam, terutama untuk urusan jual beli. Kontrak adalah salah satu bentuk akad.

Jenis Takaful

Ada dua jenis Takaful berdasarkan akadnya:

1) Takaful model Wakalah dan Tabarru’

Perusahaan yang mengurus Takaful dilantik oleh pihak penyumbang sebagai wakil mereka untuk menguruskan sejumlah uang yang disumbangkan bagi tujuan Takaful apabila diperlukan. Untuk melaksanakan tujuan tersebut, perusahaan Takaful akan mengenakan biaya pengurusan dana Takaful tersebut. Uang sumbangan yang terkumpul ini diletakkan dalam General Takaful Fund (GTF) dan biasanya akan diinvestasikan oleh perusahaan tersebut. Apabila perusahaan takaful tersebut berhasil memperoleh keuntungan dari investasi tersebut, maka perusahaan itu berhak mendapat bagian dari keuntungan tersebut. Keuntungan investasi tersebut kemudian diletakkan kembali kedalam GTF dan akan digunakan untuk pembayaran klaim, retakaful, dan sebagai cadangan. Kalau masih ada surplus, maka akan dibagikan kepada pemegang saham perusahaan Takaful (shareholders) dan pihak penyumbang dana (pembeli asuransi). Kalau malah defisit, maka shareholders akan menombok kerugian tersebut dengan menyuntikkan kembali sejumlah uang kedalam GTF.

2) Takaful model Tabarru’ dan Mudarabah

Pihak penyumbang akan meletakkan uangnya dalam sebuah tabungan. Berbeda dengan model pertama dimana tabungan Takaful (GTF) adalah milik perusahaan Takaful, maka pada model kedua ini tabungan Takaful adalah milik para penyumbang dana. Para penyumbang dana ini kemudian mencari sebuah perusahaan yang mau mengurus tabungan ini dan sekaligus meminta perusahaan tersebut untuk menginvestasikannya. Apabila ada keuntungan yang diperoleh, setelah dipotong dengan biaya pengurusan dan pembayaran klaim, pihak perusahaan akan membagi keuntungan yang didapat antara pemegang saham perusahaan tersebut dan penyumbang. Penyumbang dana juga mendapatkan pembagian keuntungan sebagai penghargaan atas keikutsertannya dalam Takaful ini.

Mungkin ada yang bertanya lagi, kalau tidak ada keuntungan berarti uang sumbangan kita hangus dong? Kan sama saja dengan asuransi konvensional. Tidak, itu tidak sama. Di dalam Takaful, anda menderma atau menyumbang uang untuk membantu orang lain, pada saat yang sama orang lain akan menyumbang uang untuk membantu anda kalau mendapat musibah. Apa yang didapat? Ya, jawabannya adalah “PAHALA”. Hal inilah yang tidak ada dalam asuransi konvensional, selain uangnya hangus, pahala tidak dapat, malah dapat dosa bertumpuk-tumpuk.

Sumber : blog.wiemasen.com

0 Response to "Asuransi Konvensional Haram.?"

Posting Komentar